Wereng
coklat (Brown Planthoppel-Bph) atau dengan bahasa latin Nilaparvata lugens
(Stal) merupakan salah satu hama yang ditakuti petani. Bila petani lalai
mewaspadai serangan hama wereng coklat ini, dapat dipastikan tanaman padi akan
mati. Pengendalian secara preventif atau pencegahan ternyata lebih efektif dan
lebih murah dibandingkan dengan pengendalian kuratif atau
setelah tanaman terserang.
setelah tanaman terserang.
Wereng coklat (Nilaparvata lugens (Stal)) dapat
mengakibatkan kerusakan pada tanaman padi hingga mencapai kegagalan panen
karena serangannya sangat dahsyat. Wereng coklat menjadi salah satu hama utama
tanaman padi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1970-an sampai kini. Hama ini
merupakan konsekuensi dari penerapan sistem intensifikasi padi (varietas
unggul, pemupukan N dosis tinggi, penerapan IP>300, dsb). Penggunaan
pestisida yang melanggar kaidah-kaidah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu
(tepat jenis, tepat dosis,dan tepat waktu aplikasi) turut memicu ledakan wereng
coklat. Tingkat kerusakan serangan wereng coklat dapat meningkatkan kerugian
hasil padi dari hanya beberapa kuintal gabah sampai puso tergantung tingkat
serangannya. Selain itu, wereng coklat juga merupakan vektor penyakit virus
kerdil rumput dan kerdil hampa.
Wereng coklat melakukan serangan dengan menghisap
cairan dari dalam jaringan pengangkutan tanaman padi. Wereng coklat dapat
menimbulkan kerusakan ringan sampai berat pada hampir semua fase tumbuh yaitu
sejak fase bibit, anakan, sampai fase masak susu (pengisian).
Gejala serangkan wereng coklat dapat terlihat dari individu rumpun daun-daun yang menguning, kemudian tanaman mengering dengan cepat (seperti terbakar). Gejala ini dikenal dengan istilah hopperburn. Dalam suatu hamparan, gejala hopperburn dapat terlihat seperti bentuk lingkaran yang juga menunjukkan pola penyebaran wereng coklat. Bentuk ini terjadi, dimulai dari satu titik kemudian meyebar ke segala arah dalam bentuk lingkaran. Dalam keadaan demikian, populasi atau jumlah wereng coklat yang menyerang biasanya sudah sangat tinggi.
Gejala serangkan wereng coklat dapat terlihat dari individu rumpun daun-daun yang menguning, kemudian tanaman mengering dengan cepat (seperti terbakar). Gejala ini dikenal dengan istilah hopperburn. Dalam suatu hamparan, gejala hopperburn dapat terlihat seperti bentuk lingkaran yang juga menunjukkan pola penyebaran wereng coklat. Bentuk ini terjadi, dimulai dari satu titik kemudian meyebar ke segala arah dalam bentuk lingkaran. Dalam keadaan demikian, populasi atau jumlah wereng coklat yang menyerang biasanya sudah sangat tinggi.
Pengendalian hama wereng coklat ini dapat dilakukan
dengan : 1) menggunakan varietas tahan hama; 2) penanaman padi dengan jarak
tanam yang tidak terlalu rapat; 3) pergiliran varietas, dan 4) menggunakan
insektisida yang efektif untuk mengendalikan hama. Varietas yang tahan wereng
coklat, tergantung pada biotipe yang berkembang di suatu ekosistem.
Untuk
mencegah serangan hama wereng coklat ini dapat menggunakan berbagai jenis
insektisida yang efektif antara lain yang berbahan aktif :
- Amitraz dengan nama dagang Mitac
- Bupofresin dengan nama dagang Applaud
- Beauveria bassiana 6.20×1010 cfu/ml dengan nama dagang Bive AS
- BPMC, dengan nama dagang Bassa, Kiltop, Baycard
- Fipronil dengan nama dagang Regent
- Karbofuran dengan nama dagang Curater, Dharmafur, Furadam
- Karbosulfan dengan nama dagang Marshal
- Metolkarb dengan nama dagang Rexal
- MIPCI dengan nama dagang Mipcin, Mikarb, Dharmacin
- Propoksur dengan nama dagang Poksindo
- Tiametoksam dengan nama dagang Actara atau Amidakloprid
- Amitraz dengan nama dagang Mitac
- Bupofresin dengan nama dagang Applaud
- Beauveria bassiana 6.20×1010 cfu/ml dengan nama dagang Bive AS
- BPMC, dengan nama dagang Bassa, Kiltop, Baycard
- Fipronil dengan nama dagang Regent
- Karbofuran dengan nama dagang Curater, Dharmafur, Furadam
- Karbosulfan dengan nama dagang Marshal
- Metolkarb dengan nama dagang Rexal
- MIPCI dengan nama dagang Mipcin, Mikarb, Dharmacin
- Propoksur dengan nama dagang Poksindo
- Tiametoksam dengan nama dagang Actara atau Amidakloprid
No comments:
Post a Comment